Kisah-kisah Sahabat

Fadhilah Shalat

Fadhilah Tabligh

Recent Posts

Kisah Penderitaan Sayyidina Ammar ra dan Kedua Orang Tuanya

Kisah Penderitaan Sayyidina Ammar ra dan Kedua Orang Tuanya

Sayyidina Ammar ra dan kedua orang tuanya telah banyak mengalami siksaan yang amat pedih demi agama. Mereka dibaringkan di padang pasir di bawah terik matahari Makkah yang panas sekali.

Setiap Baginda Nabi SAW lewat didepannya, beliau menasehati mereka, "Bersabarlah, wahai keluarga Yasir, janji Allah untuk kalian adalah surga." Akhirnya, Ayah Sayyidina Ammar ra yang bernama Yasir ra wafat akibat penyiksaan itu. Para penzhalim tidak membiarkan dia hidup tenang sampai ia wafat.

Ibu Sayyidina Ammar ra yang bernama Sumayyah ra, ditikam kemaluannya dengan tombak oleh Abu Jahal yang terkutuk, sehingga ia pun mati syahid. Ia tidak meninggalkan Islam walaupun mengalami penderitaan di saat umurnya sudah tua dan fisiknya sudah lemah.

Walaupun begitu, Abu Jahal tidak menaruh belas kasihan padanya. Dialah orang yang pertama kali mati syahid dalam sejarah Islam.

Dalam sejarah Islam, masjid yang pertama adalah masjid yang dibangun oleh Sayyidina Ammar ra. Ketika Baginda Nabi SAW dalam perjalan hijrah ke Madinah, di kampung Quba, Sayyidina Ammar ra mengusulkan, untuk membangun tempat berteduh bagi Baginda Nabi SAW agar dapat beristirahat siang dan mendirikan shalat dengan tenang. Lalu, Sayyidina Ammar ra mulai mengumpulkan batu-batu dan mendirikan masjid.

Sayyidina Ammar ra selalu menyertai setiap pertempuran dengan penuh semangat. Pernah ia dengan penuh suka cita berkata dalam suatu pertempuran, "Sebentar lagi akan kujumpai kekasih-kekasihku, Baginda Nabi Muhammad SAW beserta jamaahnya."

Kemudian ia merasa sangat haus. Ia meminta segelas susu ia meminumnya lalu berkata, "Aku telah mendengar Baginda Rasulullah SAW bersabda, "Yang terakhir kamu minum di dunia ini adalah susu." Setelah berkata demikian, ia pun mati syahid. Ia meninggal dunia pada umur 94 tahun. Sebagian riwayat menyatakan sembilan puluh dua setengah tahun. (dari Kitab Usudul Ghabah)

Kisah Islamnya Sayyidina Abu Dzar Al-Ghifari ra

Kisah Islamnya Sayyidina Abu Dzar Al-Ghifari ra

Sayyidina Abu Dzar Al-Ghifari ra adalah seorang sahabat yang terkenal. Dikemudian hari, ia terkenal dengan kezuhudan dan keilmuannya. Sayyidina Ali ra berkata, "Abu Dzar memiliki ilmu yang orang lain tidak mampu memperolehnya. Hanya saja, dia menyimpannya.

Ketika pertama kali ia mendengar kabar tentang kenabian Baginda Muhammad SAW, ia mengirimkan saudaranya ke Makkah untuk memastikan berita itu. Kepada saudaranya ia berkata, "Apabila ada orang yang mengaku telah datang wahyu kepadanya dari langit, selidikilah keadaanya dan dengarkanlah baik-baik perkataannya."

Saudaranya pun pergi ke Makkah. Setelah menyelidiki keadaan di sana, ia pun kembali dan melapor kepadanya. "Aku melihatnya memerintahkan kebaikan dan akhlak yang mulia, dan aku mendengar ucapan yang bukan ucapan ahli syair atau ucapan ahli sihir." Abu Dzar tidak puas dengan laporan ringkas dari saudaranya. Ia memutuskan untuk pergi sendiri ke Makkah.

Setibanya di sana, ia langsung menuju Masjidil Haram. Ia belum mengenal Baginda Nabi SAW. Ia berpikir, tidak aman jika menanyakan tentang Baginda Nabi SAW kepada orang-orang. Maka hingga petang, ia masih terus tinggal di Masjidil Haram dalam keadaan seperti itu.

Ketika hari sudah mulai gelap, Sayyidina Ali ra melihat ada seorang musafir asing. Pada masa itu, menunaikan hajat para musafir, orang-orang miskin, dan orang-orang asing sudah menjadi kebiasaan masyarakat Arab. Sayyidina Ali ra pun membawa musafir itu ke rumah dan menjamunya. Tetapi Sayyidina Ali ra merasa belum waktunya bertanya mengenai siapa dan apa maksud kedatangannya. Musafir tersebut juga tidak mengemukakan maksudnya kepada tuan rumah.

Pagi harinya, ia kembali ke masjid. Sepanjang hari, keadaan tetap seperti itu, Suyyidina Abu Dzar ra tidak bisa menemui Baginda Nabi SAW karena dia belum mengenal Baginda Nabi SAW dan tidak bisa bertanya kepada siapa pun. Kemungkinan besar, hal tersebut disebabkan berita tentang permusuhan orang-orang kafir terhadap Baginda Nabi SAW telah tersebar luas. Siapapun yang menemui beliau akan disiksa dengan segala cara. Ia pun berpikir, tidak mungkin menanyakan kepada orang lain mengenai keadaan Baginda Nabi SAW yang sebenarnya. Ia takut, jika ia bertanya kepada seseorang, kemudian orang tersebut berprasangka buruk, ia akan mendapatkan kesusahan.

Sore hari kedua, Sayyidina Ali ra berpikir, "Musafir asing ini pasti mempunyai tujuan datang kemari. Mungkin tujuannya belum terpenuhi." Sayyidina Ali pun mengajak kembali tamunya menginap dan menjamunya di rumah. Namun, malam itu pun Sayyidina Ali ra belum bertanya kepadanya.

Malam ketiga, akhirnya Sayyidina Ali ra bertanya kepada tamunya, "Apakah tujuanmu datang kemari?" Setelah meminta Sayyidina Ali ra bersumpah dan berjanji akan menjawab dengan jujur setiap pertanyaannya, barulah Sayyidina Abu Dzar ra mengutarakan maksudnya.

Sayyidina Ali ra berkata, "Sungguh, beliau utusan Allah SWT. Jika esok pagi aku pergi, ikutlah dengan aku. Aku akan mengantarmu kepada beliau. Karena suasana pertentangan masih panas, maka jika selama di perjalanan kita menemui seseorang yang mencurigai perjalanan kita, aku akan berpura-pura membetulkan teompah. Hendaknya engkau terus berjalan, jangan menggangguku agar orang tidak mengetahui perjalanan kita."

Keesokan paginya, Sayyidina Ali ra diikuti musafir itu tiba di tempat Baginda Nabi SAW. Mereka berbincang-bincang dengan beliau. Saat itulah Sayyidina Abu Dzar ra masuk Islam. Selanjutnya, karena Baginda Nabi SAW sangat mencemaskan gangguan yang akan menimpa dirinya, beliau melarang Sayyidina Abu Dzar ra menunjukkan keislamannya di muka umum.

Baginda Nabi SAW bersabda, "Pulanglah kepada kaummu dengan sembunyi-sembunyi, dan engkau boleh kembali lagi jika kami telah mendapat kemenangan."

Sayyidina Abu Dzar ra menjawab, "Ya Rasulullah, demi Dzat yang nyawaku berada di tangan-tanganNya, aku akan mengucapkan kalimah Tauhid ini dengan lantang di tengah kerumunan orang-orang yang tidak beriman itu!" Lalu, ia langsung menuju Masjidil Haram dan dengan suara lantang itu ia berseru:
أشهدُ أنْ لا إلهَ إلاَّ الله وأشهدُ أنَّ محمّدًا رسولُ الله

"Aku bersaksi tiada yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi Muhammad adalah utusan Allah!"

Selanjutnya, orang-orang menyerangnya dari segala arah. Tubuhnya terluka berat. Bahkan ia hampir saja menemui ajalnya. Paman Baginda Nabi SAW, Abbas, yang ketika itu belum memeluk Islam melindungi Sayyidina Abu Dzar ra dan berkata kepada mereka, "Kedzaliman apa yang sedang kalian lakukan? orang ini seorang dari kabilah Gifar. Kabilah ini menetap di jalan menuju ke Syam. Jika ia mati, maka jalan lalu lintas ke Syam akan tertutup." Ucapanya itu menyadarkan orang-orang yang memukulinya.

Memang benar, semua kebutuhan mereka datang dari Syam. Jika jalur itu tertutup, berarti bencana bagi mereka. Akhirnya mereka melepaskannya.

Hari kedua, dengan suara lantang Abu Dzar ra mengulangi perbuatan menyerukan kaimah Tauhid di hadapan orang banyak. Orang-orang tidak tahan mendengar kalimah tersebut. Mereka langsung menyerangnya lagi. Hari itu Sayyidina Abbas ra jugalah yang mengingatkan kaumnya bahwa jika ia mati, maka jalur perdagangan mereka akan tertutup.

FAIDAH
Meskipun Baginda Rasulullah SAW telah menyuruh Sayyidina Abu Dzar ra meenyembunyikan keislamannya, tetapi Sayyidina Abu Dzar ra tetap menampakkan keislamannya secara terang-terangan karena semangat dan gelora hatinya. Tindakannya itu untuk membela yang haq. 

Adapun larangan Baginda Nabi SAW adalah karena rasa sayang beliau kepadanya. Beliau khawatir Sayyidina Abu Dzar ra tidak mampu menanggung resikonya. Tidak mungkin para sahabat Radhiyallahu 'anhum menentang perintah Baginda Nabi SAW.

Dalam menyebarkan agama, Baginda Nabi SAW sendiri telah banyak menanggung penderitaan. Oleh sebab itu, Sayyidina Abu Dzar ra memilih untuk mengikuti penderitaan Baginda Nabi SAW. Bukan menerima kemudahan yang diberikan beliau.

Inilah penyebab urusan agama para sahabat Radhiyallahu 'anhum meningkat, dunia pun takluk di bawah telapak kaki mereka dan mereka menang di setiap medan perjuangan. Siapapun yang telah mengucapkan syahadat sekali saja, ia berada di bawah naungan bendera perjuangan Islam.

Tiada kekuatan sebesar apa pun yang dapat menghentikan mereka, dan tidak ada kedzaliman yang mampu menghalangi mereka dari menyebarkan agama.
Inilah penyebab 

Kisah Islamnya Sayyidina Bilal bin Rabah Al-Habsyi RA dan Penderitaannya

Dengan pengorbanannya itu, dia mendapat kehormatan sebagai muadzin Baginda Nabi SAW

Sayyidina Bilal Al-Habsyi RA. adalah seorang sahabat yang masyhur. Ia muadzin tetap Masjid Nabawi. Semula ia seorang budak milik seorang kafir, yaitu Umayyah bin Khalaf, kemudian ia memeluk Islam yang menyebabkannya banyak menerima siksaan.

Umayyah bin Khalaf adalah seorang kafir yang sangat memusuhi Islam. Ia membaringkan Sayyidina Bilal RA. di atas padang pasir di siang hari yang sangat panas di bawah terik matahari sambil meletakkan batu besar di dadanya, sehingga Sayyidina Bilal RA. tidak bisa bergerak.

Lalu dia berkata kepadanya, "Apakah kamu siap mati seperti ini atau tetap hidup dengan syarat kamu meninggalkan Islam?" Dalam keadaan seperti itu, Sayyidina Bilal RA hanya berkata, "Ahad! Ahad". (Hanya satu yang berhak disembah)"

Malam hari, ia dirantai dan dicambuk terus menerus sehingga badannya penuh luka. Esok harinya, dengan luka itu ia dijemur kembali di padang pasir yang panas sehingga lukanya semakin parah. Tuannya berharap, ia akan meninggalkan Islam atau menggelepar mati. Orang yang menyiksa Sayyidina Bilal RA sampai keletihan, sehingga perlu bergantian. Kadang kala Abu Jahal, Umayah bin Khalaf, dan terkadang orang lain. Setiap orang berusaha menyiksanya sekuat tenaga. Ketika Abu Bakar RA melihat penderitaan Sayyidina Bilal RA, dia membeli Sayyidina Bilal RA dan memederkakannya.

FAIDAH
Orang-orang musyrik menjadikan berhala sebagai sesembahan, sedangkan Islam mengajarkan tauhid. Inilah yang menyebabkan dari lisan Sayyidina Bilal RA selalu terucap, "Ahad! Ahad!". Hal itu karena hubungan dan cintanya yang tinggi kepada Alllah SWT.

Dalam cinta dunia yang palsu pun, kita melihat seseorang yang mencintai seseorang tentu akan merasa nikmat bila menyebut nama orang yang dicintainya. Kadang kala, tanpa tujuan yang jelas namanya akan disebut-sebut.  Lalu, bagaimana dengan cinta kepada Allah SWT yang mendatangkan kesuksesan dan akhirat?

Karena cintanya kepada Allah SWT inilah Sayyidina Bilal RA didera dengan segala siksaan. Ia diserahkan kepada anak-anak Makkah untuk diarak dilorong-lorong. Akan tetapi, dari bibirnya selali terucap, "Ahad! Ahad!"

Dengan pengorbanannya itu, dia mendapat kehormatan sebagai muadzin Baginda Nabi SAW, baik ketika tinggal di Madinah maupun dalam perjalanan. Setelah Baginda Nabi SAW wafat, dia tinggal di Madinah untuk beberapa lama. Akan tetapi, karena melihat Bagina Nabi SAW sudah tidak ada di tempat, sulit baginya untuk terus tinggal di Madinah Thayyibah. Oleh karena itu, ia berniat menghabiskan sisa hidupnya untuk berjihad (di Syam). Dia pun berangkat berjihad dan beberapa lama tidak kembali ke Madinah.

Suatu ketika ia bermimpi berjumpa dengan Baginda Nabi SAW. Beliau bersabda, "Wahai Bilal, masihkah kamu setia kepadaku? Mengapa kamu tidak pernah menziarahiku?" Begitu bangun, ia segera pergi ke Madinah. Setibanya di sana, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain RA memintanya untuk mengumandangkan adzan. Ia tidak dapat menolak permintaan kedua orang yang sangat dicintainya itu.

Dia pun memulai adzan. Tatkala suara adzan  seperti pada masa hidup Baginda Rasulullah SAW sampai di telinga penduduk Madinah,  Madinah pun gempar. Para wanita pun menangis dan keluar dari rumah-rumah mereka. Setelah tinggal beberapa hari di Madinah, ia pun kembali (ke Syam). Menjelang 20 tahun Hijiriyah, dia wafat di Damaskus (dari Kitab Usudul Ghabah)

Kisah Perjanjian Damai Hudaibiyah dan Kisah Sayyidina Abu Jandal dan Sayyidina Abu Bashir RA

Kisah Perjanjian Damai Hudaibiyah dan Kisah Sayyidina Abu Jandal dan Sayyidina Abu Bashir RA

Pada tahun keenam Hijiriyah, Baginda Nabi SAW. pergi ke Makkah untuk menunaikan umrah. Mendengar berita itu, orang-orang kafir Makkah merasa terhina. Mereka berencana menghalangi perjalanan Nabi SAW. di suatu tempat yang bernama Hudaibiyah. Ketika itu, Baginda Nabi SAW. berangkat bersama para sahabat. Mereka adalah orang-orang yang merasa bangga jika dapat mengorbankan jiwa raga mereka untuk Baginda Rasulullah SAW. dan siap berperang.

Namun demikian, demi kebaikan penduduk Makkah, Baginda Nabi SAW. tidak menginginkan perang. Beliau justru berusaha mengandakan perjanjian damai dengan mereka. Sebenarnya saat itu para sahabat Radhiyallahu 'anhum sudah berperang sampai titik darah penghabisan, tetapi Baginda Nabi SAW. tetap memperhatikan kemaslahatan penduduk Makkah dan menerima syarat-syarat perdamaian yang mereka ajukan.

Sebenarnya para sahabat Radhiyallahu 'anhum sangat berat menerima syarat-syarat perjanjian damai yang berat sebelah ini. Tetapi mereka tidak dapat berbuat apa pun atas keputusan Baginda Nabi SAW, karena mereka telah menyerahkan jiwa raga mereka untuk menaati beliau. Oleh karena itu, seorang yang terkenal pemberani seperti Sayyidina Umar RA. harus menahan diri dan taat terhadap keputusan ini.

Di antara syarat-syarat perjanjian yang disepakati adalah orang-orang kafir Makkah yang masuk Islam sejak masa perjanjian tersebut dan berhijrah ke Madinah hendaknya dikembalikan ke Makkah. Sedangkan orang-orang Islam Madinah yang melarikan diri ke Makkah dalam keadaan murtad tidak dikembalikan ke Madinah.

Belum selesai perjanjian itu ditulis, seorang sahabat bernama Abu Jandal RA, yang telah ditahan, disiksa dan dirantai oleh Kaum Kafir karena keislamannya, mendatangi Kaum Muslimin dengan jatuh bangun. Ia berharap dapat bergabung dengan Kaum Muslimin dan bebas dari musibah yang dialaminya. Ayahnya bernama Suhail, yang ketika itu belum masuk Islam (dia masuk Islam pada Penaklukan Makkah dan sebagai wakil orang kafir dalam Perjanjian Damai Hudaibiyah) menampar anaknya dan memaksa membawa kembali ke Makkah.

Baginda Nabi SAW. besabda, "Surat perjanjian belum selesai ditulis! Atas dasar apa ia dikembalikan?" Akan tetapi, Suhail terus memaksa. Baginda Nabi SAW. berkata kepada Suhail, "Aku minta agar satu orang ini diserahkan kepadaku!" Tetapi mereka tetap menolak. Sayyidina Abu Jandal RA. berkata kepada Kaum Muslimin, "Aku datang sebagai orang Islam, banyak penderitaan yang telah aku alami. Namun sayang, sekarang aku akan dikembalikan."

Hanya Allah SWT. sajalah yang mengetahui bagaimana kesedihan para sahabat Radhiallahu 'anhum ketika itu. Atas nasihat Baginda Nabi SAW, Sayyidina Abu Jandal RA. bersedia kembali ke Makkah. Baginda Nabi SAW berusaha menghibur hatinya dan menyuruhnya agar bersabar. Beliau bersabda, "Dalam waktu dekat, Allah SWT. akan memberikan jalan keluar bagimu."

Setelah Surat Perjanjian Damai itu disepakati dan Baginda Nabi SAW. kembali ke Madinah, seorang yang bernama Abu Bashir masuk Islam dan pergi ke Madinah. Kaum Kafir mengutus dua orang untuk membawanya kembali ke Makkah. Sesuai dengan perjanjian, Baginda Nabi SAW. mengembalikan Sayyidina ABu Bashir RA. Sayyidina Abu Bashir RA. pun memohon kepada Baginda Nabi SAW, "Ya Rasulullah, aku datang setelah memeluk Islam, namun engkau mengembalikan aku ke dalam cengkraman orang-orang kafir."

Baginda Nabi SAW menasihatinya agar bersabar. Lalu, beliau bersabda, "Insya Allah, sebentar lagi Allah akan memberikan jalan keluar untukmu." Akhirnya, Sayyidina Abu Bashir RA. dikembalikan ke Makkah bersama kedua utusan tadi.

Di tengah perjalanan, Sayyidina Abu Bashir RA. berkata kepada salah seorang dari keduanya, "Hai kawan, pedangmu bagus sekali." Merasa pedangnya dipuji, orang itu dengan bangga mengeluarkan pedangnya, "Ya, saya telah menebas banyak orang dengan pedang ini." Sambil berkata demikian, ia memberikan pedangnya kepada Sayyidina Abu Bashir RA. Begitu berada di tangannya, Sayyidina Abu Bashir RA. langsung menebaskan pedang itu kepada pemiliknya.

Ketika orang kafir melihat temannya tewas, ia berkata, "Sekarang giliran saya." Ia pun langsung melarikan diri ke Madinah. Setibanya di hadapan bagina Nabi SAW, dia berkata, "Ya Rasulullah, engkau telah memenuhi janjimu dengan mereka, dan aku pun telah dipulangkan. Namun, aku tidak memiliki janji apa pun yang menjadi tanggung jawabku terhadap mereka. Kulakukan semua ini karena mereka berusaha mencabut agama dari diriku" Baginda Nabi SAW. menjawab, "Ini penyulut api peperangan! Seandainya ada yang membantu."

Dari sabda itu, Sayyidina Abu Bashir RA. memahami bahwa jika ada kaum kafir yang memintanya kembali, maka ia akan dikembalikan lagi kepada mereka. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke sebuah tempat di pantai. Berita ini diketahui oleh orang-orang Islam yang ada di Makkah. Sayyidina Abu Jandal RA, yang telah diceritakan dalam kisah sebelumnya, secara sembunyi-sembunyi melarikan diri dan bergabung dengan Sayyidina Abu Bashir RA. Demikian pula orang-orang yang telah masuk Islam, banyak yang bergabung dengan Sayyidina Abu Bashir RA.

Dalam beberapa hari, mereka menjadi sebuah rombongan kecil. Mereka sampai di sebuah padang yang di dalamnya tidak ada makanan atau kebun sedikit pun, juga tidak ada penduduk. Hanya Allah SWT yang mengetahui keadaan mereka. Mereka mencegat perjalanan orang-orang zhalim yang kezhalimannya telah membuat mereka melarikan diri. Jika ada kafilah yang melewati tempat tersebut, mereka akan menghadang dan menyerangnya.

Kaum Kafir di Makkah pun merasa prihatin, sehingga mereka terpaksa mengutus seseorang untuk menjumpai Baginda Nabi SAW. dan merayunya atas bama Allah SWT. dan kekeluargaan. Orang itu berkata, "Tolong panggilan mereka kemari, agar mereka masuk dalam perjanjian dan perjalan kafilah-kafilah kami menjadi terbuka kembali." Tertulis dalam sejarah, ketika Baginda Nabi SAW sampai kepada mereka, Sayyidina Abu Bashir RA sedang dalam sakaratul maut. Dia wafat ketika menggenggam surat Baginda Nabi SAW. (H.R. Bukhari, dari kitab Fathul Bari)

FAIDAH
Apabila seseorang berpegang teguh dengan agamanya, dengan syarat agamanya benar, maka kekuatan apapun tidak akan dapat melepaskan agama yang ada pada dirinya. Allah SWT. berjanji akan menolong setiap muslim, dengan syarat ia benar-benar muslim.

Kisah Syahidnya Sayyidina Anas bin Nadhar RA.


Kisah Syahidnya Sayyidina Anas bin Nadhar RA.


Sayyidina Anas bin Nadhar RA. (Radhiyallahu 'anhu) adalah seorang sahabat Baginda Nabi SAW. yang tidak bisa menyertai Perang Badar. Ia sangat menyesal dan sering mencela dirinya sendiri, "Ini peperangan besar pertama dalam sejarah Islam, dan kamu tidak bisa ikut" Keinginan dia adalah"Jika ada peperangan lagi, aku akan berkorban habis-habisan sebagai tebusannya." Ternyata kesempatan itu datang pada Perang Uhud. Ia turut serta sebagai pejuang yang gagah berani.

Pada mulanya Kaum Muslimin telah mendapat kemenangan dalam perang tersebut. Namun, karena suatu kekhilafan, Kaum Muslimin menderita kekalahan pada akhir perang. Kekhilafan itu bermula dari beberapa orang sahabat RA. yang ditugaskan oleh Baginda Nabi SAW. untuk berjaga di suatu tempat khusus. Baginda Nabi SAW berpesan, "Sebelum ada perintah dariku, jangan tinggalkan tempat ini! Musuh dapat menyerang dari sini."

Ketika permulaan perang, Kaum Muslimin memperoleh kemenangan. Melihat orang-orang kafir melarikan diri, para sahabat Radhiyallahu 'anhum yang ditugaskan menjaga tempat itu, meninggalkan tempatnya. Mereka beranggapan bahwa peperangan telah selesai, sehingga orang-orang kafir harus dikejar dan harta rampasan dapat dikumpulkan. Sebenarnya pimpinan pasukan penjaga ini sudah melarang dan mengingatkan pesan Baginda Nabi SAW., "Kalian jangan meninggalkan tempat ini!" Akan tetapi, mereka menduga perintah Baginda Nabi SAW. itu hanya berlaku ketika perang berlangsung. Oleh karena itu, mereka pun turun dari sana.

Saat itulah pasukan kafir yang sedang melarikan diri melihat tempat itu telah kosong. Mereka segera kembali dan menyerang Kaum Muslimin dari arah sana. Hal ini sama sekali tidak diduga oleh Kaum Muslimin, sehingga mereka terdesak karena serangan tiba-tiba itu dan terjepit di antara dia kepungan orang-orang kafir. Karena itulah mereka berhamburan kesana-kemari dalam keadaan panik.

Sayyidina Anas bin Nadhar RA. melihat Sayyidina Sa'ad bin Mu'adz RA. datang dari arah depan. Sayyidina Anas RA. berkata, "Hai Sa'ad, mau ke mana engkau? Demi Allah, aku mencium harum surga datang dari arah Uhud!" Setelah berkata demikian, ia mengacungkan pedang di tangannya dan merengsek ke tengah kaum kafir, dengan bertekad tidak akan kembali sebelum sayid. Selepas kesyahidannya, tubuhnya diperiksa sudah rusak. Terdapat lebih delapan puluh luka akibat tebasan pedang dan panah di tubuhnya. Hanya saudara wanitanya yang dapat mengenalinya melalui ujung jari-jari tangannya.

FAIDAH
Orang yang ikhlas dan bersungguh-sungguh menunaikan perintah Allah SWT, ketika di dunia pun Allah SWT. memberinya kesempatan untuk merasakan nikmatnya surga. Inilah kisah Sayyidina Anas bin Nadhar RA. yang telah mencium harum surga saat masih hidup. Jika keikhlasan sudah terbenam pada diri seseorang, nikmat surga pun akan dirasakan di dunia.

Kisah Perjalanan Baginda Rasulullah SAW. ke Thaif

Kisah Perjalanan Baginda Rasulullah SAW. ke Thaif

Selama sembilan tahun, sejak masa kerasulan, Baginda Nabi Muhammad SAW. telah berusaha menyampaikan ajaran Islam dan mengusahakan hidayah serta perbaikan kaumnya di makkah. Namun, kebanyakan orang-orang Makkah selalu menyakiti, memperolok-olok, dan berbuat semena-mena terhadap Baginda Nabi SAW. dan para sahabat, kecuali sekelompok kecil orang yang sudah masuk Islam dan beberapa orang yang selalu membantu beliau walaupun belum masuk Islam.

Paman Baginda Nabi SAW., Abu Thalib, termasuk orang yang baik hatinya, meskipun belum Islam. Dia selalu membantu Baginda Nabi SAW. dalam segala bentuk. Pada tahun kesepuluh kenabian, ketika Abu Thalib meninggal dunia, Kaum kafir mendapat kesempatan untuk mencegah perkembangan Islam dan menyakiti Kaum Muslimin secara lebih leluasa.

Baginda SAW. pun pergi ke Thaif yang didiami Kabilah Tsaqif yang berjumlah besar, dengan harapan apabila kabilah tersebut masuk Islam, Kaum Muslimin akan terbebas dari berbagai penderitaan dan Thaif akan menjadi pondasi penyebaran agama.

Setibanya di Thaif Baginda Nabi SAW. langsung menemui tiga orang yang ditokohkan. Beliu berbicara dengan mereka, mengajak mereka kepada agama Allah SWT. dan agar mereka mau membantu Baginda Rasulullah SAW. Akan tetapi, mereka bukannya menerima atau paling tidak berlaku sopan kepada tamu yang baru datang sebagaimana adat bangsa Arab yang terkenal dengan memuliakan tamu, bahkan mereka tanpa basi-basi menyambut beliau dengan sikap dan akhlak yang sangat buruk. Bahkan mereka pun tidak rela Baginda Rasulullah SAW. tinggal disitu. Padahal orang yang diaggap sebagai tokoh seharusnya berbicara dengan sopan dan berakhlak yang mulia.

Salah seorang di antara mereka berkata, "Oh, kamukah orang yang diutus oleh Allah sebagai Nabi?"

Yang kedua berkata, "Apakah Allah tidak menemukan selain kamu untuk diutus sebagai rasul?"

Yang ketiga berkata, "Aku tidak mau bicara dengan Kamu. Sebab, jika kamu memang seorang Nabi seperti pengakuanmu, lalu aku menolakmu, tentu aku tidak lepas dari musibah. Jika kamu pembohong, maka aku tidak mau bicara dengan pembohong."

Akan tetapi, Baginda Nabi SAW. mempunyai hati yang begitu teguh laksana sebuah batu karang. Beliau tidak berputus asa dan terus berusaha untuk mendekati masyarakat umum, tetapi tidak seorang pun mau mendengarkan beliau. Jangankan menerima, bahkan mereka menghardik, "TInggalkan segera kota kami! Pergilah kemana kamu suka!"

Ketika Baginda Nabi SAW. sudah tidak dapat mengharapkan mereka dan bersiap-siap untuk kembali, maka mereka menyuruh anak-anak Kota Thaif membuntuti Baginda Nabi SAW. Mereka mengganggu, mencaci, dan melempari Baginda Nabi SAW. dengan batu sehingga kedua sandal beliau berlumuran darah. Dalam keadaan seperti itulah Baginda Nabi SAW. merasa aman dari gangguan anak-anak nakal itu, beilau berdoa kepada Allah SWT :

Kisah Perjalanan Baginda Rasulullah SAW. ke Thaif

"Ya Allah, aku adukan kepada-Mu lemahnya kekuatanku, habislah upayaku, dan kehinaanku dalam pandangan manusia. Wahai Yang Maha Penyayang melebihi sekalian penyayang, Engkaulah Tuhan orang-orang yang tertindas. Dan Engkaulah Tuhanku. Kepada siapakah Engkau serahkan diriku? Kepada orang asing yang akan memandangku dengan muka masam atau kepada musub yang Engkau kuasakan kepadanya segala urusanku? Tiada keberatan bagiku, asalkan Engkau tidak murka kepadaku. Perlindungan-Mu sudah cukup bagiku. Aku berlindung kepada-Mu dengan nur Dzat-Mu yang menyinari segala kegelapan, dan dengannya menjad baik segala urusan dunia dan akhirat, aku berlindung dari turunnya kemarahan-Mu kepadaku atau kemurkaan-Mu kepadaku. Aku sanggup berbuat apa saja, hingga Engkau rida. Tiada daya dan upaya melainkan dengan-Mu."
Allah SWT. Penguasa seluruh alam pun memperlihatkan keperkasaan-Nya dan mengutus Malaikat Jibril Alaihis Salam untuk datang memberi salam kepada beliau dan berkata, "Allah SWT. mendengar ucapanmu dan jawaban kaummu, dan Dia mengutus kepadamu malaikat penjaga gunung agar siap melaksanakan apapun perintahmu kepadanya."

Malaikat penjaga gunung itu pun datang dan memberi salam kepada Bagina Nabi SAW. seraya berkata, "Apapun yang engkau perintahkan akan kulaksanakan. Bila engkau sukai, akan kubenturkan gunung-gunung yang ada di sekitar kota ini sehingga siapa saja yang tinggal di antaranya akan hancur binasa. Atau apapun hukuman yang engkau inginkan."

Baginda Rasulullah SAW. yang bersifat penyayang dan mulia ini menjawab, "Aku hanya berharap Allah SWT. seandainya saat ini mereka tidak menerima Islam, semoga kelak di antara keturunan mereka akan lahir orang-orang yang menyembah kepada Allah SWT."

Faidah
Demikianlah akhlak Baginda Nabi SAW. yang mulia. Kita mengaku sebagai pengikutnya namun ketika sedikit kesulitan atau celaan menimpa kita, kita langsung marah, bahkan menuntut balas seumur hidup. Kezhaliman dibalas dengan kezhaliman, sambil kita terus mengaku sebagai umat Baginda Nabi SAW. Meskipun mengalami penderitaan dan kesusahan yang berat, Baginda Nabi SAW. tidak berdoa buruk dan tidak menuntut balas.

Adab-adab Ta'lim Wa Ta'allum

Adab-adab Ta'lim Wa Ta'allum

Taklim wata'lum adalah amalan yang sangat penting untuk dihidupkan, baik di masjid bersama jamaah maupun dirumah bersama anggota keluarga. Hal ini disebabkan karena taklim wa ta'lum adalah salah satu amalan yang hidup di masjid Nabawi.

Maksud Taklim wata'lum adalah untuk meningkatkan semangat (jazbah) beramal, karena dibacakan firman-firman Allah SWT. dan sabda-sabda Rasulullah SAW. yang membicarakan tentang keutamaan mengerjakan suatu amalan dan ancaman jika meninggalkannya.

Fadhilah (keutamaan/manfaat) taklim wa ta'lum adalah :
  1. Mendapatkan sakinah (ketenangan jiwa)
  2. Dicucuri Rahmat oleh Allah SWT
  3. Dikerumuni para malaikat
  4. Dibangga-banggakan oleh Allah SWT. dihadapan majelis para malaikat
Dalam sebuah hadist disebutkan :

Dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, "Tidak berkumpul suatu kaum dalam satu rumah-rumah Allah, mereka membaca kitab Allah, saling mengajarkannya sesama mereka, kecuali diturunkan kepada mereka sakinah, rahmat menyirami mereka, para malaikat akan mengerummuni mereka, dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di kalangan malaikat yang ada di sisi-Nya." (Muslim, Abu Dawud)

Adab-adab taklim wa ta'lum adalah :
Adab lahiriyah :
  1. Berwudhu
  2. Duduk iftirasy (duduk tahiyat awal)
  3. Memakai wangi-wangian
  4. Duduk rapat-rapat
 Adab Batiniyiyah
  1. Ta'zhim wal ihtiram (menganggumkan dan memuliakan)
  2. Tashdiq wal-yaqin (membenarkan dan menyakini)
  3.  Ta'atsur fil-qalbi (mengesankan dalam hati)
  4. Niyatul-amal wa tabligh (berniat mengamalkan dan menyampaikan) 
Adab lainnya yaitu hati tawajuh dan tawadhu' kepada Allah SWT. Jikat kita mendengar firman Allah SWT. dan hadist Rasulullah SAW. seakan-akan Allah SWT. sendiri atau Rasulullah SAW. sendiri yang sedang berbicara kepada kita.

Apabila nama Allah disebut, maka kita ucapkan Subhanallahwata'ala atau 'Aza wa Jalla. Apabila nama Rasulullah disebut maka kita ucapkan Shalallahu'alaihi wa sallam, dan bila nama sahabat disebut kita ucapkan Radhiyallahu'anhu untuk laki-laki dan Radhiyallahu'anha untuk wanita. Jika nama Nabi atau Malaikat disebut maka kita ucapkan 'alaihissalam.

Ucapan-ucapan tersebut diucapkan secara sirri. Pada akhir taklim para mustami' diajak untuk mengamalkan dan menyampaikan apa yang telah didengar kepada orang lain. Selanjutnya majelis dengan doa kifarah majelis:

"Maha Suci Engkau ya Allah, segala puji bagi Engkau, saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Engkau, saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu."